Membaca artikel VOA
Indonesia tanggal 23 Mei 2012 yang berjudul Sarana Sanitasi Praktis untuk Buang
Air di Wilayah Kumuh melemparkan gue pada memori gue pas KKN. Di Kibera ada “toilet
terbang” maka di KKN gue ada “toilet pasang surut”.
Ceritanya sih gak jauh-jauh dari sarana sanitasi. Waktu gue
rapat sama teman-teman, kormasit gue bilang dengan santainya “disana nanti kamar mandinya terbuka bahkan bisa aja gak
ada”. Deeggghhh. Dalam hati gue, gue pengen langsung cabut gak jadi gabung KKN
mereka. Bagi gue, kamar mandi adalah daerah privasi yang gak bisa disepelekan.
Tetapi, gara-gara itu pula gue jadi punya pengalaman yang tidak terlupakan. Nah
looo..
KKN gue berada di salah satu desa di Kabupaten Lombok Timur.
Mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Desa ini letaknya strategis karena
setiap kendaraan pasti melewati desa ini jika akan menyeberang ke Sumbawa.
Sayangnya, masih banyak hal yang kurang
mendapat perhatian dari pemerintah, salah satunya mengenai masalah
sanitasi.
Setiap hari ketika kita berjalan di sepanjang pantai tempat
dimana ditambatkannya kapal-kapal nelayan, kita akan disuguhkan dengan panorama
yang indah, yaitu gunung Rinjani. Pada pagi hari, dengan kabut yang masih tebal
menyelubungi gunung, udara yang masih segar, dan matahari yang mengintip
malu-malu menjadikan suasana pedesaan yang berlatar balakang gunung Rinjani
memberikan kenangan tersendiri buat gue.
Tapi, sayangnya kenangan itu akan sirna ketika gue mengingat
masalah sanitasi yang ada disana. Masyarakat disana jika mereka akan buang air
kecil dan besar, tempat yang mereka tuju bukan wc melainkan laut, tepatnya di
tempat kapal-kapal ditambatkan. Jika teman-teman beruntung, kalian bisa
menjumpai masyarakat yang sedang membuang limbah kotorannya disana, mulai dari
anak kecil, orang dewasa, hingga lansia. Pemandangan seperti itu wajar disana,
karena kebanyakan mereka tidak memiliki wc.
Sanitasi di Indonesia
Pengertian sanitasi
sendiri dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan sebagai usaha untuk membina dan
menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan masyarakat. Masalah
sanitasi tidak hanya ada di desa tempat gue mengabdi, beberapa daerah di
Indonesia memiliki masalah sanitasi yang hampir sama. Indonesia
merupakan negara yang memiliki sistem sanitasi terburuk ketiga di Asia Tenggara
setelah Laos dan Myanmar, kata Sekretaris Koordinator Indonesian Sanitation
Sector Development Program (ISSDP), Nugroho Tri Utomo. Dalam kurun 30 tahun
terakhir ini pemerintah Indonesia hanya menyediakan dana sekitar 820 juta Dolar
AS untuk sektor sanitasi dan artinya hanya Rp200,- per tahun untuk setiap
penduduk.1
Dijelaskan Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, saat ini
kota-kota di Indonesia masih belum memiliki fasilitas sanitasi yang memadai. Ia
mencontohkan untuk fasilitas sanitasi dalam bentuk sistem pengolahan air
terpusat atau off site sanitation
yang hanya berada di 11 kota dengan cakupan pelayanan hanya 2,33%. Sedangkan untuk pengelolaan air limbah
setempat atau on site sanitation
masih mendominasi sistem sanitasi di Indonesia yaitu 71,06% yang umumnya hanya
dalam bentuk septik tank yang belum semuanya memenuhi standar.
Kerugian dari Sanitasi
yang Buruk
Kesehatan
Tempat kejadian |
Waktu gue KKN, gue sempat ikut salah satu nelayan untuk ambil
ikan di kapalnya. Pada waktu itu, gue gak berpikir panjang dalam pikiran gue
yang terbersit adalah gue sedang mengabdi untuk negara. Ceilee bahasanya… Untuk
bisa mencapai kapalnya, gue mesti melewati daerah dimana bertebaran
kotoran-kotoran manusia, jadi mau tidak mau gue mesti menginjak kotoran manusia
untuk mencapai kapalnya. Hadeuuuhhh…Kalau di Kibera ada "toilet terbang" yang praktis dibawa kemana-mana, maka di tempat KKN gue ada "toilet pasang surut". Gue sebut "toilet pasang surut" karena toilet ini berfungsi ketika airnya pasang dan surut. Nah bingungkan? Jadi ketika airnya surut toilet ini baru bisa digunakan dan gak perlu di siram selayaknya toilet pada umumnya, tinggal nunggu arus laut pasang, nanti kotorannya ngikut deh. Masalahnya adalah jika kotorannya tersebut tidak terbawa arus dan malah ngambang. Uupss...
Apa yang gue
lakukan pas KKN, sebaiknya tidak untuk ditiru oleh kalian. Walaupun temanya adalah
pengabdian, kita gak boleh membahayakan diri sendiri. Menginjak kotoran manusia
atau tinja bisa membahayakan kesehatan kita. Tinja mengandung mikroba, sebagian
diantaranya tergolong sebagai mikroba patogen, seperti bakteri salmonela typhi
penyebab tifus, bakteri vibrio cholerae penyebab kolera, virus penyebab
hepatitis A, dan virus penyebab polio, tinja mengandung puluhan miliar mikroba
termasuk bakteri koli-tinja.
Selain itu pula, tinja mengandung materi organik
sebagian yang merupakan sisa dan ampas makanan yang tidak tercerna, ia dapat
membentuk karbohidrat, dapat pula berupa protein, enzim, lemak, mikroba, dan
sel-sel mati. Satu liter tinja mengandung materi organik yang setara dengan
200-300 mg BOD5. Kandungan tinja akan semakin buruk, apabila ada yang cacingan.
Beragam cacing dapat dijumpai, seperti cacing kremi, cacing cambuk, cacing
tambang, serta cacing gelang. Satu gram tinja berisi ribuan telur cacing yang
siap berkembang biak di perut seseorang. Kandungan lain tinja adalah nutrien,
umumnya merupakan senyawa nitrogen (N) dan senyawa fosfor (P) yang dibawa
sisai-sisa protien dan sel-sel mati. Nitrogen keluar dalam bentuk solfat, satu
liter tinja manusia mengandung amonium sekitar 25 mg dan fosfat seberat 30 mg.
Kata Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Indonesia setiap tahunnya
mengalami kerugian ekonomi mencapai Rp 58 triliun akibat sanitasi yang buruk. Hal
ini terkait produktivitas masyarakat yang terganggu karena kerap jatuh sakit
gara-gara sanitasi yang buruk. Ketika gue harus menginjak tinja untuk mencapai kapal, gue kurang memperhatikan akibat yang bisa timbul. Tetapi, setelah itu gue buru-buru mandi dan mencuci pakaian yang gue pakai. Paling nggak mandi udah yang gue lakukan bisa mencegah bersarangnya kuman di badan gue waktu itu.
Pariwisata
Sanitasi yang buruk juga berdampak terhadap pariwisata di
Indonesia. Sebuah survei/studi dilakukan oleh Bank Dunia akhir tahun 2011 lalu
untuk melihat bagaimana pandangan wisatawan mancanegara terhadap kondisi
sanitasi di Indonesia. Sebanyak 144 wisatawan liburan dan 110 pengunjung bisnis
diwawancarai di Bandara Soekarno-Hatta Bandara sebelum mereka
meninggalkan Indonesia. Survei ini pun menemukan hal yang menjadi kepedulian
wisatawan mancanegara. Ada empat hal yang sangat mereka pedulikan yakni
makanan, air minum, toilet yang tidak sehat, dan kualitas air kran.
Sebagian besar
responden mengatakan bahwa mereka bersedia untuk kembali ke Indonesia (85
persen), sementara hanya 3 persen mengatakan mereka tidak akan kembali, dan 13
persen tidak yakin tentang hal itu. Mayoritas te responden mengatakan mereka
akan menyarankan teman-teman untuk datang (74 persen), sementara yang lain
mengatakan mereka tidak akan menyarankan teman-teman untuk datang (9 persen),
dan 16 persen tidak yakin tentang hal ini. Ketika mereka ditanya alasan
keragu-raguan mereka untuk kembali ke Indonesia, hampir 50 persen dari
pengunjung disebutkan kondisi sanitasi sebagai faktor utama, diikuti oleh
keamanan dan biaya.
Kerugian yang terjadi karena sanitasi buruk tidak hanya
kesehatan dan pariwisata, melainkan masih banyak hal lainnya. Mungkin teman-teman yang membaca bisa menambahkan.
Upaya Sederhana yang Kami Lakukan
Di
desa tempat kami KKN, kami tidak berinovasi seperti di Kibera dengan peepoo-nya. Peepoo,
sebuah kantung tipis yang terbuat dari plastik yang dapat terurai dan
dilengkapi semacam corong, sebagai solusi sanitasi praktis ciptaan Camilla
Wirseen dan Anders Wilhelmson.
Apa yang kami lakukan adalah berupaya mengubah
cara pandang masyarakat agar buang air besar pada tempatnya. Salah satu anak SD yang
bermain di rumah pondokan KKN kami, pernah mengatakan bahwa dia merasa tidak
nyaman menggunakan wc, dia lebih memilih untuk BAB di laut. Kami tidak langsung
melarang apa yang mereka lakukan karena itu sudah merupakan kebiasaan mereka.
Cara sederhana yang kami lakukan adalah memberikan penyuluhan
pada anak SD bekerjasama dengan puskesmas. Mulai dari mengajarkan cara mencuci
tangan yang bersih, memberikan pengetahuan agar tidak membuang air besar maupun
kecil di laut, hingga memberikan obat cacing pada mereka.
Kami juga bekerjasama dengan dinas terkait untuk membangun
fasilitas MCK yang layak dan bersih. Dinas memberikan bantuan materi dan
pembangunannya diserahkan kepada masyarakat dan kami. So, kami bergotong royong membangun MCK, paling gak bawain material semen, tanah, dan batu-bata. Kalau untuk desain MCK kami tidak ikut-ikutan.
Apa yang gue dan
kawan-kawan KKN gue lakukan mungkin tidak bisa mengubah secara langsung
kebiasaan yang udah bertahun-tahun mereka jalani. Kami hanya berupaya membuka sedikit
pandangan mereka mengenai sanitasi. Semoga dari yang sedikit bisa bermanfaat bagi kami dan
merek.